KARAWANG | PERS KPK TIPIKOR | Menurut Informasi yang dihimpun dan disampaikan oleh Tatang Obet selaku aktivis dan pengamat kebijakan publik, Dengan anggaran hampir Rp 1,5 miliar, belanja sabun, karbol, tisu, dan peralatan kebersihan lainnya oleh puluhan OPD Karawang mencuat sebagai skandal anggaran. Bukan sekadar kelebihan alokasi, tapi memicu rasa curiga: sampai sejauh mana kontrol dan komando Bupati H. Aep Syaepuloh atas APBD?
—
Rincian Belanja “Pesta Sabun” OPD:
Bapenda: Wipol, sabun cuci tangan, tisu, drum sampah … Rp 21,84 juta
Kecamatan Telukjambe Timur: Sabun antibakteri, kamper, rinso, tissue … Rp 10,48 juta
Kesbangpol: Dekorasi mobil, pewangi, kamper toilet … Rp 12,14 juta
Dinas Lingkungan Hidup: Obat nyamuk, sunlight, super pel, pengharum gantung … Rp 16,96 juta
BPBD: Pengharum mobil, pembersih kaca, bendera khusus, wipol … Rp 28,98 juta
Dinas PPKB: Wipol, sabun cuci tangan, tisu, pembersih lantai … Rp 18,48 juta
Satpol PP: Sabun antibakteri, semir sepatu, pewangi ruangan … Rp 12,60 juta
Inspektorat: Sanitizer, karbol, tissue roll, drum sampah … Rp 16,35 juta
Dinas Pertanian: Sabun cuci tangan, tisu, golok, vixal … Rp 27,77 juta
Kecamatan Cilebar: Pembersih kaca, kamper toilet, tisu, bendera … Rp 5,50 juta
Total anggaran membuncah saat dijumlah dari seluruh OPD, di tengah isu krisis pelayanan publik dan kebutuhan mendesak masyarakat.
—
Dasar Hukum: Bila Ini Terbukti Menyalahi Aturan
1. UU Nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 2 & 3 UU Tipikor)
Bila pengadaan itu terbukti “memperkaya diri sendiri atau orang lain” atau menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara, pelakunya dapat diancam hukuman penjara 4 – 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
2. Perpres 54/2010 dan Perpres 70/2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Tindakan seperti kolusi, dokumen tidak benar, atau proses pengadaan menyalahi prosedur bisa ditindak secara administratif (peringatan, pembatalan, daftar hitam) hingga digugurkan status penyedia, dan bahkan dilaporkan secara pidana.
3. KUHP Pasal 418–419 dan UU Tipikor (Pasal 11)
Pejabat negeri yang menerima atau memberi hadiah/imbalan karena jabatan dapat dijerat pidana penjara hingga 5 tahun dan denda (sesuai KUHP) serta sanksi lebih berat sesuai UU Tipikor.
4. Sanksi Administratif dan Pidana dalam Pengadaan Fiktif atau Boros
Bila terjadi pemborosan, kecurangan, kolusi, atau potensi korupsi, penyedia dan pejabat bisa dikenakan sanksi administratif, penggantian kerugian negara, serta pelaporan pidana.
—
PT: Tuntutan Transparansi dan Penegakan Hukum
Fenomena “Pesta Sabun” tidak bisa dianggap remeh. Jika terbukti ada pemicu kecurangan — baik disengaja atau karena lemahnya pengawasan — ini menjadi pintu masuk untuk menjerat Bupati dan pejabat terkait dalam ranah hukum. Transparency International bahkan menekankan bahwa pengadaan publik adalah salah satu area utama maraknya korupsi.
Rakyat Karawang punya hak untuk menuntut:
Audit menyeluruh oleh BPKP, kejaksaan, atau KPK.
Transparansi penuh atas belanja dan mekanisme pengadaan.
Pertanggungjawaban moral dan hukum atas setiap anggaran yang tak jelas manfaatnya.
Kepemimpinan yang benar tidak hanya soal visi dan retorika — tapi juga disiplin pengelolaan anggaran. Bila ini dibiarkan, rakyat hanya akan terus menanggung ironi: saat mereka berhemat, birokrasi malah berfoya-foya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar